Ungkapan ini memang sangat funtamental untuk mempertanyakan eksistensi science yang menggebu-gebu termasuk mempengaruhi pola pikir manusia dengan prinsip modernitas ( yang telah membuat manusia lupa dengan eksistensinya, akibat perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang kian pesat).
Evolusi science dan teknologi yang diciptakan manusia telah sampai pada zaman yang membuat manusia harus berfikir holistik, sistemik, dan refleksif dalam memahami realitas yang ada. tak seperti berfikir parsial dari bagian untuk memahami keseluruhan, berfikir holistik bermula dari pemahaman keseluruhan sebelum memasuki bagian-bagiannya (Husain, 2011).
Persoalan-persoalan sekarang seperti contohnya pemanasan global hingga isu penistaan agama menuntut manusia untuk menyelesaikan chaos ini secara kolektif dengan keutuhan dalam sikap maupun tindakan.
Semakin berkembangnya teknologi seperti media dan ilmu pengetahuan yang sedemikan pesat juga mengarah kepada ancaman keberadaan dan kemuliaan martabat manusia juga mendorong kaum pemikir dan cendekiawan untuk menelisik kembali fungsi etika selain estetika dalam penciptaan teknologi maupun pengembangan ilmu pengetahuan.
Jikalau teknologi dan ilmu pengetahuan berhubungan langsung dengan pendidikan, maka area pendidikan dianggap krusial terutama dalam pemenuhan aspek afirmatif selain normatif bagi manusia. Lebih dari itu paradigma berfikir manusia yang mengendap karena situasi kekinian (spasio temporal) justru bertentangan dengan esensi serta martabat manusia itu sendiri sebagai makhluk transendental, yakni kemampuan kreatif dan nalar insani agar mampu melampaui batasan-batasan spasio temporal ini.
Seperti contoh sering kali kita melihat pendidikan disalah artikan sebagai buruh ekonomi dimana seperti SMK yang siswanya diciptakan langsung untuk memenuhi lapangan pekerjaan bukan menciptakan apalagi menentang kapitalis yang berperan aktif dalam mengontrol pemerintahan.
Mengutip pernyataan dari Cak Nur, krisis bangsa yang kita alami sekarang ini tidak terlepas dari kesalahan kebijakan kita pada masa lalu, yaitu memprioritaskan pembangunan ekonomi, tetapi mengabaikan potensi dan pembangunan sumber daya manusia.
Dari klaim diatas penulis menganggap ada ketidak sinkronan di dalam sistem pendidikan yang mana aktualisasi pendidikan hanya diciptakan untuk mengikuti arus perkembangan ekonomi dan tidak bertumpu kearah kritik zaman yang merupakan aspek dalam bidang filsafat serta kontrol diri atau etika yang bertumpu pada aspek agama.