Pers mahasiswa bukan kata yang asing lagi untuk seorang mahasiswa karena di dalam kegiatan tersebut ada jurnalistik yang diemban oleh anggota-anggotanya untuk menginformasikan sistem-sistem di dalam dunia pendidikan ataupun mengkritisi isu-isu sosial yang sedang terjadi.
Pers mahasiswa terdiri dari dua kata dimana pers mempunyai arti segala macam alat komunikasi yang ada seperti, koran ,majalah ,buletin ,tv ,radio maupun internet. Sedangkan mahasiswa adalah seorang yang sudah dewasa dan mampu mengontrol dirinya untuk kegiatan belajar-mengajar dalam dunia pendidikan tinggi.
Dalam menanggapi pers mahasiswa di era digital sangat sulit dibandingkan dengan menganalisa suatu pembahasan ilmu matematika. Karena dalam perkembangannya yang semakin maju dan tidak bisa diprediksi.
Era digitalisasi tidak bisa lepas dari E-data atau elektronik data, karena di dalam perangkat tersebut ada kemudahan untuk mengaksesnya. Sangat riskan bila mana dunia jurnalistik masih mengandalkan kertas saja sebagai media penyebaran berita. Karena dalam perspektif umum, keefektifan berita adalah berita yang mampu dibaca semua orang dengan cara mudah dan fleksibel untuk mendapatkannya.
Padahal pada masanya koran telah menghasilkan begitu banyak konten yang mengekspos kehidupan sosial masyarakat dibanding medium lain dan mampu menjadi salah satu pilar perubahan bangsa, dari mulai penjajahan hingga masa sekarang ini yang biasa disebut praktisi filsafat sebagai masa kontemporer.
Dunia digitalisasi telah mengubah hampir semuanya, tak hanya setiap orang mampu menciptakan kontennya sendiri tanpa didasari tema yang terkait maupun etika dalam berkomunikasi terutama etika dalam jurnalistik[1].
Etika jurnalistik harus dipatuhi bukan hanya jurnalis atau seseorang, melainkan juga pemerintah yang mengatas namakan negara juga harus menghargai etika ini. Karena tak sedikit pula kasus tentang kekerasan dalam dunia pers yang dilakukan oleh aparatur negara baik berupa fisik maupun jiwa.
Kebebasan berkomunikasi sangatlah penting seperti statement dari salah seorang pendiri Amerika (USA), James Madison, 200 tahun lalu dia menulis “Hak atas kebebasan publik untuk menilai bertumpu di atas kemerdekaan komunikasi antarmanusia. Kebebasan itu adalah penjaga bagi hak-hak lain milik rakyat.” Jadi bisa disimpulkan bahwa bangsa yang merdeka adalah bangsa yang menghargai kebebasan berkomunikasi.
Terkait perkembangan era digitalisasi, banyak yang berargumen bahwa pers mahasiswa akan kalah bersaing dengan badan atau media pers yang sudah profesional. Kekalahan tersebut diakibatkan karena kurangnya waktu mahasiswa di badan tersebut atau dengan kata lain mahasiswa selalu ada mata kuliah yang tidak dapat ditinggal.
Oleh karena itu kelemahan tersebut harusnya dapat diatasi dengan ide-ide mahasiswa yang terus mengalir, karena dalam pandangan psikologi ketika seseorang masih muda maka mereka cenderung lebih berinovasi dalam membuat atau memperbarui karya-karya.
Lalu inovasi macam apa yang harus dilakukan oleh para mahasiswa agar para pembaca tertarik dengan majalah atau surat kabar yang kita buat?. Seyogyanya inovasi bukan hal yang asing lagi bagi para penulis, di era ini bahkan media internet banyak yang memiliki konten-konten dengan gambar lucu yang bisa menarik perhatian si pembaca. Bisa jadi dengan aplikasi itu kita bisa gunakan dalam media cetak karena media cetak lebih fleksibel dan bisa dibawa kemana-mana.
Selanjutnya kita harus memperbaiki masalah tema, tema juga sangat penting untuk menarik hati si pembaca. Ketika kita memiliki tema dengan diksi kontroversial maka pembaca akan lebih memfokuskan perhatiannya ke tema itu. Bukan hanya tema, tapi juga diksi atau kata-kata yang digunakan dalam penulisan harus universal artinya dapat dipahami si pembaca.
Karena tujuan kita menerbitkan majalah bukan untuk pamer melainkan menyalurkan pendapat-pendapat kita agar mampu dipahami orang lain, syukur-syukur kalau mereka mampu membantu kita untuk mencapai tujuan itu.
[1] http://www.kompasiana.com/hilmanfajrian/jurnalisme-digital-perlawanan-dan-masa-depan-kita_568e22f2f37a611909c80269 (diakses tanggal 1 September 2016)