Potret media dan relevansi berita sekarang ini menjadi suatu pertanyaan besar yaitu, apakah berita yang dikemas oleh media itu benar-benar fakta, atau mungkin hoax?.
Media massa sekarang adalah media massa yang tidak hidup pada dunia tradisonal ataupun dunia modern, artinya media massa ini masih menjadi teka-teki dengan perkembangan zaman. Mengingat peran media yang begitu fundamental dalam mengemas realitas atau bahkan menciptakan realitas itu sendiri. Independensi media perlu diragukan karena banyak media saat ini hanya berkutat dalam pemberitaan-pemberitaan yang bermaksud menjatuhkan lawan politik dari seseorang yang menyetir media itu sendiri karena pengaruh postmodernisme. Lalu apa itu postmodernisme?.
Menurut Strinati, konsep postmodernisme terkait dengan beberapa gejala tentang runtuhnya batasan antara kebudayaan dan masyarakat. Postmodernisme digambarkan sebagai suatu tatanan peradaban yang didalamnya mengedepankan betapa pentingnya media massa dalam menciptakan realitas itu sendiri dalam budaya populer (Strinati, 1995). kebudayaan populer dan citraan media secara signifikan berkembang dan mengendalikan penginderaan kita tentang realitas dan menentukan bagaimana kita mendefinisikan diri dan dunia di sekitar kita. Inilah yang kemudian dikenal sebagai keadaan sosial yang dipenuhi oleh media ( a media-saturated society).
Media massa pada suatu saat memang pernah diasumsikan sebagai sebuah cermin dan ia merefleksikan realitas sosial. Kini, justru realitas itu hanya bisa didefinisikan melalui pantulan dari permukaan cermin itu tadi. Masyarakat lalu diasumsikan ada di dalam media massa. Media lalu menjadi semacam simulator yang berkuasa mendestorsi realitas sesungguhnya.
Image dominate narrative ~ Harvey
Konsep pemikiran masyarakat sekarang ini masih terlena atau makin terbentuk karena persepsi-persepsi yang diajukan oleh media itu sendiri. Pencitraan mungkin juga sebagai sebuah alasan suatu media untuk tetap eksis dan aktif dalam mengkampanyekan berita-berita yang mampu mendongkrak kedudukan elitenya.
Dan jika itu benar berarti gaya lebih penting ketimbang isi, maka mungkin menjadi sulit buat kita untuk membedakan budaya populer dan romantisme seni melalui rekayasa teknologi berupa media. Juga lebih parah lagi ketika budaya populer mampu meruntuhkan peradaban zaman dengan berita yang dikemas apik dalam penciptaan realitas palsu. Lalu meruntuhkan budaya yang populer kita sebut budaya adi luhung.
Tema yang sengaja penulis pilih agar dapat direnungkan mengenai eksistensi media yang sesungguhnya telah melenceng dari fungsi dan tujuan pokok diciptakannya media. Kita adalah bangsa yang secara sosio kultural begitu cair dan mudah sekali mengadopsi teknologi komunikasi mutakhir.
Berapa kali lompatan peradaban sesungguhnya telah terjadi dalam kehidupan kultural bangsa ini sebagai akibat ketergesaan di dalam mengadopsi teknologi media baru, namun sedikit yang menyadari bahwa generasi sekarang ini sudah telanjur terjerembab ke dalam ekstasi konsumsi media hiperialis yang sesungguhnya kosong belaka itu.