Narasi akan munculnya konflik dalam latar belakang dibentuknya nation state menjadi hal yang krusial ketika membahas tentang film bertemakan perang. Eye in the Sky memang bukan satu-satunya film yang bertemakan perang, seperti yang kita ketahui banyak film seperti: Pearl Harbor (2001), Saving Private Ryan (1998), Black Hawk Down (2001) hingga Dunkiri (2017) juga menceritakan kondisi peperangan dalam perang dunia pertama dan perang dunia kedua. Banyak cerita yang ditonjolkan dalam film-film tersebut seperti rasa kemanusiaan, ekslusifisme, serta menunjukkan teknologi mutakhir yang dimiliki setiap negara sebagai kekuatan untuk menjustifikasi akan keberadaannya.
Eye in the Sky sendiri memiliki banyak isi yang termuat dalam ceritanya, yang juga dianggap relevan sampai sekarang. Pada hal ini, pemberatasan teroris menjadi basis utama dalam dibangunnya cerita oleh sang sutradara. Upaya pemberantasan terhadap kelompok Al-Shabaab di Afrika bagian timur atau Kenya diceritakan dengan dibungkus akan kekuatan politik dan militer yang ditunjukkan kerjasama antara intelijen Inggris, Kenya, serta Amerika Serikat, karena operasi ini melibatkan dua warga negara Inggris dan Amerika Serikat.
Misi dalam film ini cukup sederhana, yakni pesawat drone rapper milik Amerika menjadi pengintai untuk mengkonfirmasi identitas ketiga target. Setelah dapat dikonfirmasi maka militer Kenya akan menangkap mereka di tengah kota. Akan tetapi misi sederhana itu berubah karena ketiga target dibawa ke kampong pinggiran yang disekelilingnya terlalu banyak warga sipil sehingga beresiko besar ketika dilakukan operasi.
Karakter dalam mengambil keputusan menjadi hal yang sangat diperhtungkan dalam film ini bagaimana, bukan hanya argument-argumen kemiliteran yang dilontarkan tapi juga dari ahli hokum, stakeholder, hingga perhitungan tentang rasa kemanusiaan yang menjadi pertimbangan serius kala ada seorang anak yang dekat sekali dengan lokasi sarang teroris yang kemudian akan di tembak dengan rudal dari drone rapper.
Dalam gambaran yang besar, sudah tentu substansi pengetahuan yang ada di film ini sangat kuat baik yang ditunjukkan adanya ketimpangan antara Developed Countries & Developing Countries. Ketimpangan pengetahuan yang terjadi disini menjadi dasar bahwa peran ilmuwan sangat terpatri dalam tubuh negara. Dimana ilmuwan mampu menciptakan drone, senjata militer, hingga rudal yang berdaya ledak tinggi tapi sangat minim akan perhitungan konsekuensi dari ketiga hal tersebut.
Konsekuensi bukan hanya berbicara bagaimana hasil eksperimen itu dimanfaatkan, tapi juga soal bagaimana hasil eksperimen itu mampu berjalan dengan taktis dan etis.