Teori kritis dari pemikiran Jurgen Habermas telah membuatnya menjadi filsuf berpengaruh pada era ini. Jurgen Habermas lahir di kora Dusserldorf, Jerman pada tanggal 18 Juni 1927, putra dari direktur Kamar Dagang di kota kelahirannya. Sebagai seorang yang pernah mengalami pahitnya remaja ditandai dengan dua peristiwa besar yakni Perang Dunia ke II dan pengalaman hidupnya di bawah rezim nasionalis-sosialis Adolf Hitler, turut andil dalam membentuk pemikiran atau nalar kritisnya salah satunya adalah pembaharuan teori kritis yang dilakukannya.
Pendidikan tingginya dimulai dari sebuah universitas di kota Gottingen, dari situ dia belajar kesusastraan Jerman, sejarah, hingga filsafat. Selain itu dia juga mempelajari bidang-bidang lain seperti psikologi, sosiologi, dan ekonomi. Selang beberapa tahun setelah dia pindah ke Zurich, Habermas kemudian concern dalam studi filsafatnya di Universitas Bonn yang mana dia memperoleh gelar doktor dalam bidang filsafat setelah dia mempertahankan disertasinya yan berjudul “das Absolut und die Geschichte”, (yang Absolut dan sejarah) suatu studi tentang pemikiran Friedrich Schelling.
Sebagai seorang pemikir kritis tentunya Habermas memiliki ciri tersendiri dalam berpikir. Ciri khas dari filsafatnya adalah, bahwa dia selalu berkaitan erat dengan kritik terhadap hubungan-hubungan sosial yang nyata. Teori kritis yang digembar-gemborkannya merefleksikan sebuah masyarakat dan dirinya sendiri dalam konteks dialektika struktur-struktur penindasan dan emansipasi. Pemikiran kritis juga membuat dirinya merasa bertanggung jawab dalam keadan sosial yang nyata.
Jurgen Habermas adalah pewaris atau pembaharu Teori Kritis dari “Mazhab Frankfurt”, meskipun dia sendiri tidak bisa dikatakan termasuk dalam Mazhab tersebut. Arah pemikiran Habermas membuat Teori Kritis tidak sekaku dulu, malah membuat subur pemikiran Mazhab Frankfurt.
Kebebasan Nilai
Apakah ilmu-ilmu pengetahuan baik ilmu sosial maupun ilmu alam harus bebas nilai?. Banyak dari pendukung kebebasan memberi jawaban afirmatif terkait hal ini, mereka menambahkan bahwa metode penelitian yang dipakai dalam ilmu alam maupun ilmu sosial tak jauh beda. Maksutnya kalau ilmu-ilmu sosial mau berlaku sebagai ilmu pengetahuan maka harus menghasilkan hukum-hukum umum dan prediksi-prediksi ilmiah seperti ilmu-ilmu alam.
Menurut Habermas setiap penelitian ilmiah pasti diarahkan oleh kepentingan-kepentingan vital umat manusia baik dalam ilmu sosial maupun ilmu alam. Oleh sebab itu, postulat-postulat tentang kebebasan nilai merupakan sebuah tipuan atau dalam analogi habermas merupakan “ilusi” tidak hanya bagi ilmu sosial melainkan juga bagi ilmu alam. Lalu ketika penelitian itu melepaskan nilai-nilai dari fakta-fakta sama juga artinya dengan mempertentangkan Sein (yang ada) dengan Sollen (yang seharusnya).
Teori Kritis
Tujuan dari kemunculan Teori Kritis ini adalah untuk mengembalikan pada titik awal bermulanya teori kritis. Artinya Teori Kritis ini bertujuan untuk membebaskan manusia dari pemanipulasian yang dilakukan oleh para teknokrat modern. Tapi pendasaran dari teori kritis, teori tidak lagi menjadi faktor hakiki dalam pembebasan manusia. Pembebasan bukan lagi menjadi sebuah hasil dari sebuah tuntutan, karena pembebasan menjadi suatu bentuk praksis bukan hanya berkutat pada ranah kontemplasi saja. Teori tidak hanya menjelaskan dan mempertimbangkan bahkan mengatur, akan tetapi teori harus berfungsi sebagai pengubah tatanan sosial yang menjadikan manusia bebas dari ketertindasan.
Senada dengan pendahulunya, pemikiran Habermas telah meninggalkan proletariat dan menggantinya dengan suatu teori yang bersifat lebih umum yaitu berupa, rasio manusia, akan tetapi masih tidak ada sesuatu hal yang membedakan dirinya dengan pendahulunya. Salah sata fakta menarik lainnya, adalah teori ini lahir atas kritik habermas terhadap pemikir marxisme ortodoks yang menggunakan term praksis sebagai paradigma kerja, habermas kemudian mencoba menggantinya dengan paradigma komunikasi itu sendiri. Dalam hal ini, pparadigma komunikasi akan menciptakan dialog-dialog yang komunikatif dengan dibarengan dengan tindakan yang bertujuan untuk membebaskan individu dari tekanan ideologis tertentu. Pembebasan inilah yang kemudian lahir dari adanya consensus yang bukan hanya dari penguasa tapi juga dibutuhkan ruang-ruang dialog yang mengakomodasi rakyat atau masyarakat.